
Merasa Sudah Catat Semua Tapi Keuangan Tetap Berantakan?
Kamu bukan sendirian. Banyak pelaku UMKM sudah merasa rajin mencatat pemasukan dan pengeluaran setiap hari, tapi saat ditanya soal keuntungan, pajak, atau saldo akhir… malah bingung sendiri.
Masalahnya bukan di niat, tapi di kesalahan pencatatan laporan keuangan yang sering tidak disadari. Padahal, laporan keuangan itu pondasi utama buat tahu:
- Bisnis untung atau rugi
- Mana biaya yang terlalu besar
- Berapa pajak yang harus dibayar
- Kapan waktu tepat ekspansi
Kalau pencatatan salah, keputusan pun bisa ikut salah.
Yuk, kenali kesalahan umum UMKM dalam laporan keuangan dan cara menghindarinya!
Mencampur Keuangan Pribadi dan Bisnis
Ini adalah kesalahan paling umum dan paling fatal. Banyak pelaku UMKM masih pakai satu rekening untuk semua transaksi, tanpa memisahkan antara belanja dapur dan belanja bahan produksi.
Dampaknya?
- Laporan keuangan tidak akurat
- Sulit menghitung laba bersih
- Uang bisnis bisa bocor tanpa disadari
- Tidak bisa menjawab jika ditanya berapa penghasilan usaha
Solusi:
Buka rekening khusus usaha. Gunakan pencatatan terpisah. Jangan tarik uang dari kas usaha tanpa dicatat sebagai pengambilan pribadi.
Tidak Menyimpan Bukti Transaksi
Tanpa bukti, pencatatan kamu tidak punya dasar. Banyak UMKM mencatat biaya berdasarkan ingatan atau kira-kira, tanpa nota atau kwitansi yang jelas.
Masalahnya:
- Biaya jadi tidak bisa dipertanggungjawabkan
- Risiko koreksi saat audit pajak
- Laporan laba rugi bisa meleset jauh dari kenyataan
Solusi:
Biasakan simpan nota, invoice, atau screenshot transfer. Kalau beli tunai di warung, tulis sendiri nota kecil sebagai dokumentasi.
Tidak Mencatat Secara Berkala
Sebagian besar UMKM hanya mencatat transaksi seminggu sekali, bahkan sebulan sekali. Padahal, banyak transaksi kecil yang terjadi setiap hari dan mudah terlupa.
Kalau pencatatan tidak disiplin, hasilnya:
- Data banyak yang hilang
- Saldo kas tidak cocok
- Sulit bikin laporan bulanan
- Bikin stres saat mau lapor pajak atau ajukan pinjaman
Solusi:
Sisihkan waktu setiap hari 10–15 menit untuk mencatat transaksi. Bisa pakai buku tulis, Excel, atau aplikasi gratis. Yang penting: konsisten.
Tidak Punya Format Laporan yang Jelas
Sebagian UMKM hanya mencatat “uang masuk” dan “uang keluar” tanpa klasifikasi. Akibatnya, sulit menganalisis:
- Mana pendapatan dari penjualan utama
- Mana biaya tetap dan variabel
- Mana pengeluaran pribadi terselip
Laporan keuangan harus memiliki struktur: laba rugi, neraca, dan arus kas.
Solusi:
Pelajari dasar-dasar struktur laporan keuangan atau gunakan template yang sudah tersedia. Minimal kamu tahu:
- Total penjualan
- Total biaya
- Laba bersih
- Utang-piutang
- Kas tersedia
Lupa Mencatat Piutang dan Utang
Penjualan secara tempo (kredit) atau pembelian belum dibayar sering tidak dicatat secara lengkap. Padahal ini bisa membuat kas usaha terlihat lebih besar (atau lebih kecil) dari kenyataan.
Risikonya:
- Salah hitung keuntungan
- Tidak sadar ada utang jatuh tempo
- Gagal tagih piutang karena lupa
Solusi:
Selalu catat setiap transaksi kredit. Gunakan kolom tambahan: tanggal transaksi, jatuh tempo, status (lunas/belum), dan nama pihak terkait.
Tidak Membuat Laporan Keuangan Rutin
Banyak pelaku usaha hanya membuat laporan saat dibutuhkan: saat mau ajukan pinjaman, atau menjelang akhir tahun. Padahal, laporan keuangan harus jadi alat evaluasi rutin bulanan.
Tanpa evaluasi, kamu tidak tahu:
- Apakah bisnis kamu sedang tumbuh atau jalan di tempat
- Apakah pengeluaran terlalu boros
- Apakah harga jual sudah sesuai dengan biaya
Solusi:
Buat laporan keuangan minimal setiap bulan. Bahkan jika sederhana, ini akan membantu kamu mengambil keputusan bisnis yang lebih tajam.
Laporan Hanya Dicatat, Tidak Dihitung Pajaknya
Sudah capek-capek mencatat, tapi lupa satu hal penting: menghitung dan melaporkan pajak. Banyak UMKM bingung saat akhir tahun karena tidak tahu:
- Kapan harus setor PPh Final?
- Kapan wajib lapor PPN (jika PKP)?
- Bagaimana menghitung penghasilan kena pajak?
Solusi:
Sesuaikan laporan keuanganmu dengan kebutuhan perpajakan. Misalnya, omzet bulanan digunakan untuk setor PPh Final UMKM 0,5%, atau mencatat biaya usaha sebagai dasar laporan SPT Tahunan.
Studi Kasus: Warung Kopi dengan Catatan Rapi Berujung Pinjaman Disetujui
Warung kopi sederhana di pinggir jalan mengelola laporan keuangan dengan disiplin: mencatat harian, memisahkan rekening pribadi dan bisnis, dan menyimpan semua bukti pembelian.
Saat ingin renovasi dan mengajukan pinjaman, mereka bisa menunjukkan laporan 6 bulan terakhir yang rapi dan kredibel. Hasilnya? Pinjaman modal cair dalam 2 minggu!
Bandingkan dengan usaha sejenis yang tidak punya data — langsung ditolak bank.
Tips CoLegal agar UMKM Tidak Salah Langkah
- Pisahkan keuangan pribadi & bisnis dari awal
- Gunakan template Excel atau aplikasi keuangan gratis
- Simpan semua bukti transaksi (fisik/digital)
- Buat laporan bulanan, meskipun sederhana
- Belajar klasifikasi akun dasar: pendapatan, beban, aset, dan utang
- Konsultasikan ke ahli pajak atau pembukuan jika bingung
Penutup: Jangan Remehkan Catatan, karena Itulah Aset Nyata Bisnismu
“Bukan seberapa besar omzetmu, tapi seberapa rapi kamu mencatat dan mengelola keuangan usaha.”
Bisnis kecil bisa berkembang cepat jika didukung dengan laporan keuangan yang baik. Sebaliknya, usaha yang kelihatannya ramai bisa terseok-seok jika data keuangannya kacau.
CoLegal Indonesia – Buat UMKM Naik Level Lewat Laporan Keuangan yang Profesional
Kami bantu UMKM mencatat dengan rapi, menyusun laporan laba rugi dan neraca, serta memastikan kamu tidak salah langkah dalam urusan keuangan dan pajak. Catat hari ini, panen hasilnya nanti!
Leave a Reply