
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia. Menurut data Kementerian Koperasi dan UKM, lebih dari 99% pelaku usaha di Indonesia berasal dari sektor UMKM. Mereka menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, mendorong pertumbuhan ekonomi lokal, hingga mendukung inovasi di berbagai bidang. Namun di balik potensi yang besar itu, masih banyak UMKM yang tumbuh tanpa memperhatikan aspek legalitas usaha secara benar. Padahal, legalitas bukan hanya soal “formalitas”, tapi juga berkaitan langsung dengan keberlangsungan dan kredibilitas usaha.
Sayangnya, masih banyak pelaku UMKM yang terjebak dalam berbagai kesalahan fatal dalam hal legalitas. Kesalahan-kesalahan ini bisa berdampak serius mulai dari kehilangan akses pasar, ditolak saat pengajuan perizinan atau pembiayaan, hingga berhadapan dengan sanksi hukum.
Artikel ini akan membahas secara mendalam berbagai kesalahan fatal yang kerap dilakukan UMKM dalam aspek legalitas usaha, serta memberikan solusi dan edukasi agar pelaku usaha dapat memperbaikinya dan berkembang dengan lebih aman dan profesional.
1. Tidak Memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB)
Salah satu kesalahan paling mendasar adalah tidak memiliki NIB, yang saat ini menjadi identitas resmi dari sebuah badan usaha di Indonesia. NIB dikeluarkan melalui sistem OSS (Online Single Submission) dan menjadi dasar utama untuk legalitas usaha.
Dampak:
- Tidak bisa mengakses fasilitas dari pemerintah (seperti bantuan UMKM).
- Tidak bisa bekerja sama dengan perusahaan atau lembaga formal.
- Tidak bisa mengikuti pengadaan barang/jasa pemerintah.
- Tidak dapat membuka rekening bank atas nama usaha.
Solusi:
Segera daftarkan usaha melalui OSS (https://oss.go.id) untuk mendapatkan NIB. Prosesnya kini sangat mudah, bahkan bisa dilakukan secara mandiri.
2. Menggunakan Nama Usaha yang Tidak Dicek Legalitasnya
Banyak UMKM menggunakan nama usaha tanpa mengecek ketersediaannya di database resmi Ditjen AHU (untuk PT/CV) atau DJKI (untuk merek dagang). Akibatnya, nama usaha yang digunakan bisa saja melanggar hak pihak lain.
Dampak:
- Berisiko digugat karena melanggar hak kekayaan intelektual.
- Sulit untuk mendaftarkan merek.
- Kredibilitas menurun jika harus mengganti nama di kemudian hari.
Solusi:
- Cek nama badan usaha melalui https://ahu.go.id (untuk PT/CV).
- Cek nama merek dagang di https://pdki-indonesia.dgip.go.id.
- Konsultasikan dengan penyedia jasa legalitas usaha untuk menghindari pelanggaran.
3. Tidak Mendaftarkan Merek Dagang
Banyak pelaku UMKM mengira bahwa selama mereka menggunakan nama dan logo, itu sudah cukup. Padahal, tanpa pendaftaran resmi ke DJKI, hak atas nama dan logo tersebut tidak diakui secara hukum.
Dampak:
- Nama dan logo bisa dicuri atau diklaim oleh pihak lain.
- Kehilangan identitas usaha.
- Sulit berkembang karena takut dijiplak.
Solusi:
Segera daftarkan merek usaha ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) agar mendapatkan perlindungan hukum maksimal.
4. Tidak Memilih Bentuk Usaha yang Sesuai (PT/CV/Usaha Perorangan)
Kesalahan umum lainnya adalah menjalankan usaha tanpa memahami bentuk badan usaha yang sesuai. Misalnya, menggunakan usaha perorangan padahal skala usaha sudah layak menjadi CV atau PT.
Dampak:
- Tidak bisa mengajukan kerja sama atau tender.
- Risiko hukum lebih besar (karena tanggung jawab pribadi tidak terbatas).
- Tidak bisa menarik investor.
Solusi:
Kenali perbedaan antara usaha perorangan, CV, dan PT. Jika ingin skala bisnis yang lebih formal dan siap berkembang, pertimbangkan untuk mendirikan PT Perseorangan (bagi UMK).
5. Tidak Mengurus Izin Usaha Sesuai KBLI
Setiap jenis usaha di Indonesia wajib memiliki klasifikasi sesuai KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia). Tanpa KBLI yang tepat, izin usaha bisa dianggap tidak sah.
Dampak:
- Ditolak saat pengajuan NPWP Badan, perizinan lainnya, atau saat inspeksi.
- Tidak bisa mengikuti tender proyek yang sesuai bidang usaha.
- Usaha dianggap tidak sesuai peraturan.
Solusi:
Pastikan memilih KBLI yang tepat saat mendaftar NIB. Gunakan panduan resmi dari BPS atau OSS, atau minta bantuan konsultan legalitas.
6. Tidak Memiliki NPWP Usaha
Beberapa pelaku UMKM masih menggunakan NPWP pribadi untuk kegiatan usaha, padahal secara hukum dan perpajakan, usaha sebaiknya punya NPWP sendiri.
Dampak:
- Sulit membuat laporan pajak yang benar.
- Masalah saat audit pajak atau permohonan kredit usaha.
- Dikenakan sanksi karena pencampuran keuangan pribadi dan usaha.
Solusi:
Daftarkan NPWP atas nama usaha melalui DJP Online atau secara offline di KPP terdekat. Jika sudah memiliki NIB, pengajuan NPWP bisa dilakukan otomatis via OSS.
7. Tidak Mengurus Sertifikat Halal atau Izin Khusus (Jika Diperlukan)
Untuk usaha kuliner, kosmetik, atau produk lain yang menyentuh konsumen secara langsung, sertifikasi halal dan izin BPOM sangat penting.
Dampak:
- Tidak dipercaya oleh konsumen.
- Tidak bisa menjual produk di marketplace atau retail besar.
- Produk bisa ditarik dari peredaran.
Solusi:
- Urus sertifikat halal melalui BPJPH Kemenag.
- Urus izin edar BPOM untuk produk makanan/minuman/kosmetik.
- Gunakan layanan online atau konsultasi dengan penyedia jasa perizinan.
8. Tidak Memisahkan Keuangan Pribadi dan Usaha
Meskipun bukan bagian dari “legalitas resmi”, pencampuran keuangan pribadi dan usaha sering menjadi kesalahan yang menghambat perkembangan usaha dan legal compliance.
Dampak:
- Sulit membuat laporan keuangan dan pajak.
- Tidak bisa mengukur keuntungan usaha yang sebenarnya.
- Menyulitkan saat audit atau pengajuan pinjaman.
Solusi:
- Buat rekening bank terpisah untuk usaha.
- Catat semua transaksi dengan tertib, baik manual maupun dengan aplikasi keuangan sederhana.
- Gunakan jasa pembukuan jika skala usaha mulai berkembang.
9. Mengabaikan Perjanjian Tertulis
Banyak UMKM melakukan kerja sama atau transaksi besar tanpa perjanjian tertulis. Padahal dalam dunia usaha, perjanjian merupakan bukti hukum yang penting jika terjadi sengketa.
Dampak:
- Sulit menuntut hak jika mitra tidak menepati janji.
- Rentan terhadap penipuan.
- Merusak reputasi usaha di kemudian hari.
Solusi:
- Gunakan kontrak atau MoU untuk kerja sama usaha.
- Konsultasikan dengan ahli hukum untuk membuat perjanjian yang sesuai.
- Simpan semua bukti transaksi dan komunikasi dengan baik.
10. Tidak Memperbarui Data Usaha
Setelah usaha berjalan, banyak pelaku UMKM yang lupa memperbarui informasi di OSS atau sistem pajak. Padahal, data yang tidak sesuai dapat dianggap tidak valid.
Dampak:
- Izin usaha bisa dicabut.
- Ditolak saat pengajuan pinjaman atau kerja sama.
- Data di sistem pemerintah tidak sinkron.
Solusi:
- Rutin cek dan perbarui informasi di OSS (alamat, bidang usaha, jumlah tenaga kerja, dsb).
- Update juga informasi di DJP Online untuk NPWP dan SPT.
Legalitas Bukan Pilihan, Tapi Kebutuhan
Legalitas usaha bukan hanya tentang “tampak resmi” di atas kertas. Ini adalah pondasi agar usaha UMKM bisa bertahan dalam jangka panjang, tumbuh profesional, dan siap menghadapi persaingan di pasar modern. Dengan legalitas yang kuat, UMKM tidak hanya aman dari sisi hukum, tetapi juga lebih dipercaya oleh konsumen, partner bisnis, dan lembaga keuangan.
Untuk itu, pelaku UMKM perlu mulai menghindari berbagai kesalahan fatal dalam aspek legalitas. Jika merasa kesulitan, jangan ragu untuk bekerja sama dengan konsultan atau layanan pendamping legalitas seperti CoLegal Indonesia yang siap membantu mewujudkan usaha yang aman, resmi, dan berkelanjutan.
Leave a Reply