CoLegal Indonesia: Rekonsiliasi Fiskal — Kenapa Laba Usaha dan Laba Kena Pajak Bisa Berbeda?


“Lho, kok beda ya? Laporan keuanganku untung Rp200 juta, tapi kok kena pajaknya kayak Rp300 juta?”

Kalau kamu pernah mengalami atau mendengar pertanyaan ini, besar kemungkinan kamu belum mengenal yang namanya rekonsiliasi fiskal.

Bagi pelaku usaha, terutama yang sudah menyusun laporan keuangan lengkap dan melapor pajak tahunan, rekonsiliasi fiskal adalah hal yang gak bisa dihindari. Karena seringkali, laba usaha yang tercatat di laporan keuangan tidak sama dengan laba kena pajak.

Kenapa bisa begitu?

Yuk, kita bahas tuntas di artikel ini — dengan bahasa yang mudah dipahami bahkan buat pemilik UMKM sekalipun.


Apa Itu Rekonsiliasi Fiskal?

Secara sederhana, rekonsiliasi fiskal adalah proses penyesuaian antara laba menurut laporan keuangan (komersial) dengan laba menurut peraturan perpajakan (fiskal).

Kenapa harus disesuaikan?

Karena:

✅ Standar akuntansi dan aturan pajak tidak selalu sama
✅ Ada biaya yang diakui secara akuntansi tapi tidak boleh dikurangkan dalam perhitungan pajak
✅ Ada penghasilan yang menurut akuntansi bukan pendapatan, tapi dianggap objek pajak oleh fiskus

Jadi, rekonsiliasi fiskal adalah jembatan antara laporan keuangan dan laporan SPT Pajak Tahunan.


Contoh Perbedaan Komersial vs Fiskal

Misalnya kamu punya usaha jasa dan menyusun laporan laba rugi seperti ini:

  • Pendapatan: Rp1.000.000.000
  • Biaya operasional: Rp800.000.000
  • Laba komersial: Rp200.000.000

Tapi setelah dilakukan rekonsiliasi fiskal, ternyata:

  • Ada biaya sumbangan: Rp20.000.000 (tidak boleh dikurangkan dalam pajak)
  • Ada denda telat bayar utang bank: Rp5.000.000 (tidak diakui fiskal)
  • Ada pendapatan bunga bank: Rp10.000.000 (diakui pajak tapi tidak diakui usaha)

Maka, laba kena pajak bisa jadi lebih besar, misalnya Rp235.000.000.
Inilah yang dijadikan dasar pengenaan pajak oleh DJP.


Jenis Koreksi dalam Rekonsiliasi Fiskal

Ada dua jenis koreksi utama yang dilakukan dalam rekonsiliasi fiskal:

1. Koreksi Fiskal Positif

Yaitu penambahan terhadap laba karena biaya yang tidak boleh dikurangkan secara fiskal, contohnya:

  • Biaya pribadi yang dibebankan ke usaha
  • Denda dan sanksi administrasi
  • Biaya hiburan yang tidak ada kaitan usaha
  • Sumbangan sosial atau zakat tanpa bukti yang sah

Contoh:
Biaya makan malam pribadi dicatat Rp2 juta → harus ditambah dalam rekonsiliasi fiskal.

2. Koreksi Fiskal Negatif

Yaitu pengurangan terhadap laba karena penghasilan yang menurut pajak sudah dikenakan PPh final atau bukan objek pajak.

Contoh:

  • Penghasilan sewa yang sudah dipotong PPh Final
  • Bunga deposito yang sudah dipotong pajak oleh bank
  • Hibah dari keluarga (bukan objek pajak)

Jadi, jika dalam laporan keuangan kamu mencatat penghasilan Rp20 juta dari deposito, maka itu dikurangi dalam rekonsiliasi fiskal.


Kenapa Harus Dilakukan?

Karena ini adalah syarat untuk menghitung pajak secara benar dan adil.

Jika kamu hanya pakai laporan komersial sebagai dasar pajak, maka bisa terjadi:

❌ Laba terlalu kecil → pajak kurang bayar → bisa kena sanksi
❌ Laba terlalu besar → pajak kelebihan bayar → kamu rugi

Dengan rekonsiliasi fiskal, kamu:

✅ Menyesuaikan semua perbedaan
✅ Membuktikan ke fiskus bahwa perhitungan pajak kamu benar
✅ Menghindari kesalahan saat lapor SPT Tahunan Badan


Kapan Harus Dilakukan?

Rekonsiliasi fiskal dilakukan saat menyusun SPT Tahunan Badan, yaitu setiap awal tahun pajak, paling lambat 30 April.

Biasanya rekonsiliasi ini dituangkan dalam Lampiran SPT Formulir 1771 – Bukti Koreksi Fiskal yang rinci dan lengkap.

Kamu bisa melakukannya manual, atau dengan bantuan software akuntansi atau konsultan pajak.


Siapa yang Wajib Melakukan Rekonsiliasi Fiskal?

Semua Wajib Pajak Badan yang:

  • Menggunakan pembukuan (bukan hanya pencatatan)
  • Tidak memilih skema PPh Final UMKM 0,5%
  • Sudah berbadan hukum (PT, CV, yayasan, koperasi, dll)

Kalau usahamu masih mikro dan masih pakai pajak final, kamu bisa tidak melakukan rekonsiliasi. Tapi begitu kamu beralih ke pembukuan, ini wajib dilakukan.


Studi Kasus: PT Sukses Mandiri Lolos Pemeriksaan Karena Rekonsiliasi Lengkap

PT Sukses Mandiri adalah perusahaan penyedia jasa yang memiliki laporan keuangan profesional. Saat diperiksa oleh DJP, auditor mempertanyakan biaya transport Rp50 juta dalam laporan.

Tapi karena perusahaan memiliki rekonsiliasi fiskal yang rapi, dan sudah melakukan koreksi untuk biaya pribadi manajer, auditor menyetujui seluruh laporan mereka. Perusahaan lolos pemeriksaan tanpa sanksi tambahan.


CoLegal Tips: Rekonsiliasi Itu Wajib, Bukan Opsional

✅ Buat pembukuan secara konsisten dan akurat
✅ Catat semua jenis biaya dan pendapatan dengan lengkap
✅ Pisahkan transaksi usaha dan pribadi
✅ Review laporan sebelum lapor SPT
✅ Gunakan jasa akuntan atau konsultan pajak kalau kesulitan


Penutup: Laba Pajak Bukan Cuma Soal Untung Rugi

“Kalau laporan keuangan adalah cermin usaha, maka rekonsiliasi fiskal adalah jendela menuju kepatuhan pajak.”

Laba usaha boleh untung besar, tapi kalau salah di rekonsiliasi fiskal, kamu bisa kelebihan bayar atau bahkan kena denda. Maka pastikan kamu meluangkan waktu untuk menyusun koreksi fiskal yang benar setiap tahun.


CoLegal Indonesia – Bantu Usaha Kamu Rekonsiliasi Pajak Tanpa Bingung

Kami bantu cek laporan, koreksi fiskal, dan susun SPT yang sesuai aturan. Kamu tinggal fokus jalankan usaha, urusan angka dan regulasi biar kami bantu beres.


Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*