
Pajak Penghasilan (PPh) merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh individu maupun badan usaha atas penghasilan yang diperoleh. Di Indonesia, PPh dibagi menjadi beberapa pasal, di antaranya Pasal 21 dan Pasal 26, yang memiliki perbedaan mendasar dalam hal subjek, objek, dan tarif pajaknya.
PPh Pasal 21
PPh Pasal 21 dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri, seperti gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lainnya. Tarif pajak ini bersifat progresif, mulai dari 5% hingga 30%, tergantung pada jumlah penghasilan dan kepemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
PPh Pasal 26
Berbeda dengan PPh Pasal 21, PPh Pasal 26 dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak Luar Negeri dari Indonesia, seperti dividen, bunga, royalti, dan sewa. Tarif pajaknya umumnya sebesar 20% dan bersifat final, dipotong langsung dari penghasilan bruto.
Perbedaan Utama
Perbedaan utama antara PPh Pasal 21 dan Pasal 26 terletak pada status subjek pajak dan jenis penghasilan yang dikenakan. PPh Pasal 21 berlaku untuk individu dalam negeri, sementara PPh Pasal 26 berlaku untuk individu atau badan usaha luar negeri yang memperoleh penghasilan dari Indonesia.
Mekanisme Pemotongan
Kedua jenis PPh ini menggunakan sistem pemotongan oleh pihak ketiga, yang dikenal dengan istilah withholding tax. Dalam hal ini, pemberi penghasilan bertanggung jawab untuk memotong, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang kepada Direktorat Jenderal Pajak. Sistem ini memudahkan administrasi perpajakan dan memastikan kepatuhan wajib pajak.
Contoh Kasus
Misalnya, seorang karyawan di Indonesia dengan penghasilan tahunan Rp100.000.000 akan dikenakan PPh Pasal 21. Dengan tarif progresif, pajak yang terutang dihitung berdasarkan lapisan penghasilan. Sebaliknya, seorang konsultan asing yang menerima pembayaran sebesar Rp100.000.000 dari perusahaan Indonesia akan dikenakan PPh Pasal 26 dengan tarif tetap 20%, sehingga pajak yang terutang adalah Rp20.000.000.
Leave a Reply