Colegal Indonesia: 3 Jenis Persetujuan Lingkungan yang Penting untuk Diketahui Pelaku Usaha

Setiap pelaku usaha pasti menginginkan kelancaran, keberlanjutan, dan kepatuhan hukum dalam kegiatan bisnisnya. Namun, seringkali aspek lingkungan terlupakan atau dianggap rumit, serta tidak berdampak langsung terhadap keuntungan. Padahal, perizinan lingkungan adalah fondasi hukum yang krusial yang harus dipenuhi, khususnya sejak diterapkannya PP 22 Tahun 2021.

Untuk memastikan bahwa kegiatan usaha tidak melanggar ketentuan yang ada, sembari tetap menghormati kelestarian lingkungan, pemerintah Indonesia telah menetapkan tiga jenis persetujuan lingkungan yang wajib dipahami oleh para pelaku usaha. Dalam artikel ini, Co-Legal Indonesia akan menguraikannya dengan komprehensif dan mudah dimengerti.


Apa Itu Persetujuan Lingkungan?

Persetujuan lingkungan merupakan dokumen hukum yang menunjukkan bahwa suatu kegiatan usaha atau proyek telah mempertimbangkan, menganalisis, dan merencanakan dampak yang mungkin terjadi terhadap lingkungan, serta menyusun strategi untuk mengelolanya.

Dokumen ini adalah syarat mutlak sebelum mendapatkan izin usaha melalui OSS RBA. Tanpa adanya dokumen ini, usaha Anda dapat dianggap ilegal dan berisiko menghadapi sanksi administratif hingga pidana.


Tiga Jenis Persetujuan Lingkungan di Indonesia

Merujuk pada PP 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, persetujuan lingkungan dibagi menjadi tiga kategori utama sesuai dengan tingkat risiko dan dampak lingkungan dari kegiatan usaha:


1. AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup)

Apa itu AMDAL?
AMDAL adalah kajian komprehensif yang dilakukan sebelum suatu usaha dimulai, guna mengetahui dan mengantisipasi dampak signifikan terhadap lingkungan yang mungkin timbul dari aktivitas tersebut. AMDAL menjadi syarat wajib untuk proyek-proyek berskala besar dan berdampak tinggi.

Kapan diperlukan AMDAL?

  • Usaha berskala besar atau yang terletak di kawasan lindung
  • Proyek industri besar, pertambangan, pabrik, pembangunan bandar udara, pelabuhan, dan lainnya.

Dokumen AMDAL mencakup:

  • Kerangka Acuan
  • Andal (Analisis Dampak Lingkungan)
  • RKL (Rencana Pengelolaan Lingkungan)
  • RPL (Rencana Pemantauan Lingkungan)

Dasar hukum: Pasal 5 PP 22/2021 dan Permen LHK No. 4 Tahun 2021.

Fungsi utama AMDAL:

  • Mendeteksi potensi kerusakan lebih awal
  • Menyusun langkah mitigasi
  • Menjadi landasan bagi pengambilan keputusan terkait perizinan

AMDAL wajib disusun oleh tim ahli bersertifikat dan melalui proses penilaian oleh Komisi Penilai AMDAL.


2. UKL-UPL (Upaya Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan)

Apa itu UKL-UPL?
UKL-UPL adalah instrumen pengelolaan lingkungan yang ditujukan bagi usaha yang tidak wajib memiliki AMDAL tetapi tetap berpotensi menimbulkan dampak lingkungan. Dokumen ini lebih sederhana dibandingkan AMDAL, tetapi tetap harus disusun secara jujur dan lengkap.

Siapa yang wajib menyusun UKL-UPL?

  • Usaha menengah seperti rumah sakit kecil, hotel, gudang logistik, kantor, rumah makan besar, bengkel, dan lain-lain.

Isi dokumen UKL-UPL terdiri dari:

  • Identitas usaha
  • Jenis kegiatan
  • Rencana pengelolaan limbah
  • Pemantauan emisi dan limbah
  • Penanganan bencana lingkungan

Dasar hukum: Pasal 6 PP 22/2021

Kelebihan UKL-UPL:

  • Proses penyusunan yang lebih cepat dibandingkan AMDAL
  • Menggunakan format standar sesuai pedoman pemerintah
  • Tidak memerlukan proses penilaian yang panjang

3. SPPL (Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan)

Apa itu SPPL?
SPPL adalah bentuk komitmen tertulis dari pelaku usaha yang menyatakan kesanggupan mereka untuk mengelola dan memantau dampak lingkungan dari aktivitas yang dilakukan, meskipun dampak tersebut dianggap minimal atau rendah.

Siapa yang diwajibkan memiliki SPPL?

  • UMKM atau usaha kecil dengan dampak lingkungan ringan, seperti:
  • Warung makan
  • Usaha laundry rumahan
  • Barber shop
  • Warung sembako
  • Jasa fotokopi

Dasar hukum: Pasal 7 PP 22/2021

Ciri khas SPPL:

  • Self-declaratory (pernyataan sendiri dari pelaku usaha)
  • Tidak perlu disusun oleh konsultan.
    Dapat diajukan dan diunggah melalui OSS RBA, SPPL tetap merupakan persetujuan lingkungan yang sah dan memiliki kekuatan hukum.

Ringkasan Perbandingan Tiga Jenis Persetujuan

JenisDiperuntukkan UntukProsesDisusun Oleh
AMDALProyek berdampak besarKompleks dan panjangTim ahli bersertifikat
UKL-UPLUsaha menengah berdampak sedangMenengahPemilik usaha/pendamping
SPPLUsaha kecil, dampak ringanSingkatPemilik usaha itu sendiri

Risiko Tanpa Persetujuan Lingkungan

  • Tidak dapat memperoleh NIB/izin OSS
  • Kegiatan dianggap ilegal oleh pemerintah
  • Bisa dikenai sanksi administrasi (denda, penghentian kegiatan)
  • Tidak dapat mengikuti tender atau kerja sama B2B

Oleh karena itu, Co-Legal Indonesia sangat menyarankan agar pelaku usaha melengkapi dokumen lingkungan sejak awal untuk menghindari hambatan dalam kelancaran usaha di masa depan.


Perhatian terhadap lingkungan bukan hanya sekadar tanggung jawab sosial, tetapi juga merupakan syarat legalitas usaha yang harus dipenuhi. Semua jenis usaha—besar, menengah, maupun kecil—memiliki tanggung jawab masing-masing dalam menjaga kelestarian lingkungan.

Dengan memahami jenis-jenis persetujuan lingkungan—AMDAL, UKL-UPL, dan SPPL—Anda akan lebih siap membangun bisnis yang legal, berkelanjutan, dan aman secara hukum.

Siap untuk melangkah menuju profesionalisme dan keberlanjutan? Hubungi Co-Legal Indonesia sekarang juga di colegal. id

Kami siap membantu Anda dari proses perizinan hingga operasional usaha yang siap dilaksanakan.

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*