
Menjamur Buzzer Menjelang Tahun Politik, Bagaimana kewajiban Perpajakannya?
Tahun 2024 merupakan tahun politik bagi Indonesia, tepatnya pada tanggal 14 februari 2024 nanti kita akan secara seksama menentukan pemimpin kita baik anggota legislatif maupun eksekutif. ‘pesta’ politik semacam ini biasanya akan menjadi perbincangan hangat baik didunia nyata maupun di dunia maya seperti tiktok. Instagram, facebook, twitter (x) dan platform-platform maya lainnya. Pada perhelatan akbar sebelumnya tepatnya ditahun 2014 dan 2019 kita dikenalkan istilah baru berkaitan tentang politik mulai dari pencitraan, black campaign, hingga yang akan kita bahas kali ini adalah buzzer.
Buzzer sendiri tidak dapat dipisahkan dengan social media, karena cara kerjanya sangat berhubungan dengan membuat trending-trending melalui akun yang dikelola oleh para buzzer pada sejumlah platform social media. Nah berkaitan ditahun politik ini jasa buzzer sangat ‘laris manis’, saat ini Pengguna buzzer sudah berkembang luas sebenarnya tidak hanya dari bidang politik saja, terbaru berbagai Perusahaan menyewa jasa buzzer ini untuk meningkatkan awareness dan atensi Masyarakat terhadap produk mereka dan ujung-ujungnya mendatangkan manfaat/penghasilan bagi penyewanya jasa ini. tetapi apakah pihak pengguna jasa buzzer maupun buzzer sendiri mengetahui sebenarnya pekerjaan ini mempunyai kewajiban-kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi? Mari kita kupas.
PENGGUNA BUZZER
Bagi pengguna Buzzer sendiri yang berbentuk Perusahaan maupun berbentuk organisasi politik para pengguna jasa buzzer ini wajib memotong pihak buzzer dengan jenis pajak PPh 21 atas karyawan apabila buzzer merupakan perorangan dan akan digolongkan menjadi karyawan tidak tetap pada Perusahaan. Perhitungannya dapat dijabarkan melalui ilustrasi berikut;
PT Mencari Cinta Sejati (MCS) diketahui pada desember 2023 sudah menyewa akun-akun buzzer yang dikelola oleh 2 bersaudara yakni Upin dan Ipin (Upin mempunyai NPWP dan Ipin belum mempunyai NPWP) untuk meramaikan social media berkaitan launching produk skincare mereka “MS Saleh”, PT MCS membayar Upin sebesar 5Jt dan Ipin sebesar 2jt) maka perhitungannya :
- Pemotongan pajak Upin = 5jt x 50% = 2,5jt x 5%(tarif PPh Pasal 17 Lapis Pertama) = 125ribu. Jadi yang nanti dipotong oleh PT MCS Sebesar 125rb dan uang yang diterima/Cash On Hand Upin sebesar Rp. 4.875.000,- (sebagai gantinya Upin Menerima Bukti Potong PPh 21)
- Pemotongan pajak Ipin= (2jt x 50%)= 1jt x (5%+20%)/6%= 60ribu. Jadi yang dipotong oleh PT MCS sebesar 60ribu dan uang yang diterima Ipin sebesar Rp. 1.940.000,- (Sebagai gantinya Ipin menerima bukti potong PPh21)
Apabila Buzzer sudah mengikatkan diri dalam suatu entitas baik Paguyuban, organisasi Buzzer lainnya yang ber NPWP atau bahkan mendirikan Perusahaan Buzzer maka akan dikenakan dengan jenis pajak PPh 23 yang dipotong oleh Pengguna Jasa mereka. Atau bisa dijabarkan melalui ilustrasi dibawah ini;
Pada januari 2024 Upin dan Ipin bersaudara sepakat mendirikan PT Durian Runtuh untuk mewadahai aktivitas “Buzzing” mereka, pada 1 Februari 2024 Partai Hedonis Konglomerat (PHK) menyewa jasa PT Durian Runtuh untuk meramaikan jagad twitter selama sepekan menjelang pemilu dengan niat untuk menaikan pamor jagoan mereka menjadi presiden dengan No urut 4 yakni pasangan Kak Rose-Haji Muthu. Telah disepakati dan telah dilunasi pada tanggal 1 Februari oleh PHK fee yang dibayar sebesar 20jt. Maka perhitungannya sebagai berikut:
FEE 20JT x 2% = 400ribu, maka total yang akan diterima oleh PT Durian Runtuh sebesar Rp.19.600.000,- dan bukti potong PPh 23 yang dapat mereka kreditkan pada saat melapor SPT Tahunan 2024 mendatang.
BAGI BUZZER
Dalam kasus Upin diatas maka Potongan PPh 21 dari PT Mencari Cinta Sejati diatas harus dilaporkan sebagai omzet di SPT Pribadinya dan akan digabungkan dengan penghasilan-penghasilan lain maupun penghasilan dari hasil buzzing yang dipotong oleh pihak-pihak lainnya. Serupa pula dengan kasus PT Durian Runtuh yang harus membuat laporan keuangan untuk melaporkan jasa-jasa buzzing mereka kedalam SPT Tahunan Badan dan mengkreditkan pemotongan PPh 23 yang mereka dapat.
Aktivitas Buzzing ini juga merupakan obyek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan dipungut oleh pihak Buzzer apabila penghasilan akumulatifnya sudah menyentuh angka 4,8Milyar pertahun buku masing-masing entitas atau apabila entitas memiliki kemauan untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), sementara Tarif PPN yang berlaku saat ini sebesar 11% (UU No. 7 Tahun 2021).
Hi para Buzzer jangan sibuk meramaikan jagad maya saja, tapi ramaikan pendapatan negara juga.
Luhur Adi T
Leave a Reply