CoLegal Indonesia: Cara Menghitung dan Melaporkan PPh Pasal 21 dengan Benar

Pengertian PPh Pasal 21

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lainnya yang diterima oleh Wajib Pajak orang pribadi sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan. Pajak ini dipotong langsung oleh pemberi kerja atau pihak lain yang membayarkan penghasilan, dan kemudian disetorkan ke kas negara.

Dalam praktiknya, PPh Pasal 21 menjadi bagian penting dari sistem perpajakan Indonesia karena menyasar penghasilan individu secara langsung dan rutin.

Dasar hukum pengenaan PPh Pasal 21 antara lain:

  • Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
  • Peraturan Direktur Jenderal Pajak dan regulasi turunannya.

Objek PPh Pasal 21

Objek PPh Pasal 21 adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dari pekerjaan atau kegiatan. Beberapa jenis penghasilan yang menjadi objek antara lain:

  1. Gaji dan upah
    Termasuk di dalamnya tunjangan, bonus, THR, dan komisi.
  2. Honorarium dan imbalan sejenisnya
    Diberikan kepada non-karyawan seperti pembicara seminar, pengisi acara, konsultan lepas, dan sebagainya.
  3. Uang pensiun
    Baik yang dibayarkan langsung oleh pemberi kerja atau melalui dana pensiun.
  4. Tunjangan hari tua (THT) dan Jaminan Hari Tua (JHT)
    Yang diterima dalam bentuk sekaligus.
  5. Imbalan kepada bukan pegawai
    Misalnya dokter yang praktek di rumah sakit tapi tidak sebagai karyawan tetap.
  6. Hadiah atau penghargaan
    Dalam bentuk uang atau natura yang dapat dinilai dengan uang.

Namun, tidak semua penghasilan dikenai PPh Pasal 21. Penghasilan yang bukan objek antara lain:

  • Zakat yang diterima oleh mustahik.
  • Warisan.
  • Hibah dari keluarga inti.
  • Santunan kematian.

Subjek PPh Pasal 21

Subjek PPh Pasal 21 adalah orang pribadi sebagai penerima penghasilan. Berdasarkan peranannya, ada beberapa kategori subjek dalam konteks PPh 21:

  1. Pegawai tetap
    Orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja dan menerima penghasilan secara periodik.
  2. Pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas
    Termasuk harian, borongan, dan mingguan.
  3. Bukan pegawai
    Misalnya konsultan, artis, pembicara, atlet, dan lainnya.
  4. Penerima pensiun
    Yang menerima uang pensiun secara periodik atau sekaligus.
  5. Anggota dewan komisaris atau pengawas
    Yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap.

Tarif PPh Pasal 21

Tarif PPh 21 dikenakan sesuai lapisan penghasilan kena pajak (PKP) berdasarkan sistem progresif yang ditentukan oleh Undang-Undang.

Mulai tahun 2022 (UU HPP), tarif terbaru adalah:

Lapisan PKPTarif
Sampai dengan Rp60 juta5%
Rp60 juta – Rp250 juta15%
Rp250 juta – Rp500 juta25%
Rp500 juta – Rp5 miliar30%
Di atas Rp5 miliar35%

Tarif ini berlaku untuk Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri. Penghasilan kena pajak diperoleh setelah dikurangi penghasilan tidak kena pajak (PTKP).

5. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

PTKP adalah jumlah penghasilan yang tidak dikenai pajak. Per 2024, ketentuan PTKP adalah sebagai berikut:

  • Wajib Pajak orang pribadi: Rp54.000.000 per tahun
  • Tambahan untuk WP yang menikah: Rp4.500.000
  • Tambahan untuk setiap tanggungan maksimal 3 orang: Rp4.500.000 per orang

Contoh:
Jika seseorang menikah dan memiliki 2 anak, maka total PTKP = Rp54.000.000 + Rp4.500.000 + (2 × Rp4.500.000) = Rp67.500.000

Cara Menghitung PPh Pasal 21

Berikut adalah langkah umum menghitung PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap:

  1. Hitung penghasilan bruto setahun
  2. Kurangi biaya jabatan (5% dari bruto, maksimal Rp6 juta setahun)
  3. Kurangi iuran pensiun (jika ada)
  4. Hasilnya adalah penghasilan neto
  5. Kurangi dengan PTKP → hasil adalah PKP
  6. Terapkan tarif PPh 21 progresif terhadap PKP

Contoh Perhitungan

Seorang pegawai lajang memiliki gaji Rp10.000.000 per bulan (Rp120.000.000 setahun). Tidak ada tunjangan lain.

  1. Penghasilan bruto setahun: Rp120.000.000
  2. Biaya jabatan (5%): Rp6.000.000
  3. Penghasilan neto: Rp114.000.000
  4. PTKP (lajang): Rp54.000.000
  5. PKP: Rp114.000.000 – Rp54.000.000 = Rp60.000.000
  6. PPh 21:
    • 5% dari Rp60.000.000 = Rp3.000.000

PPh Pasal 21 terutang dalam setahun adalah Rp3.000.000 atau Rp250.000 per bulan.

Pelaporan dan Pembayaran

a. Pemotong Pajak

Pihak yang membayarkan penghasilan (pemberi kerja) wajib:

  • Memotong PPh Pasal 21 pada saat pembayaran penghasilan.
  • Menyetorkan ke kas negara paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
  • Melaporkan SPT Masa PPh 21 paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.

b. Formulir yang Digunakan

  • Formulir 1721 untuk SPT Masa PPh 21.
  • Bukti potong 1721-A1 untuk pegawai tetap.
  • Bukti potong 1721-A2 untuk PNS, TNI/Polri, atau pensiunan.

SPT Masa dan bukti potong saat ini bisa diisi dan dilaporkan secara elektronik melalui e-Bupot dan e-Filing di DJP Online.

8. Sanksi Jika Tidak Mematuhi

Beberapa sanksi atas pelanggaran terkait PPh Pasal 21 meliputi:

  • Sanksi administrasi berupa denda dan bunga.
  • Sanksi bunga sebesar 2% per bulan untuk keterlambatan penyetoran.
  • Sanksi tidak menyampaikan SPT: Denda sebesar Rp100.000 untuk SPT Masa.

Jika ditemukan pelanggaran atau penghindaran pajak yang disengaja, bisa dikenai sanksi pidana sesuai ketentuan perpajakan.

PPh 21 untuk Freelancer dan Bukan Pegawai

Untuk non-karyawan (freelancer atau bukan pegawai), perhitungan PPh 21 menggunakan tarif efektif sesuai peraturan DJP, atau dikenakan tarif 50% dari tarif pasal 17 x penghasilan bruto, tergantung jenis jasa dan skema pembayarannya.

Pihak yang membayar (perusahaan) tetap bertindak sebagai pemotong dan harus memberikan bukti potong kepada penerima jasa.


PPh Pasal 21 adalah salah satu instrumen penting dalam sistem perpajakan Indonesia. Dengan karakteristik sebagai pajak yang dipotong langsung dari penghasilan, PPh 21 menjadi wujud kontribusi nyata Wajib Pajak orang pribadi terhadap pembiayaan negara.

Pemahaman yang baik tentang objek, subjek, tarif, dan mekanisme perhitungan sangat penting baik bagi pekerja, pemberi kerja, maupun praktisi perpajakan. Kepatuhan terhadap ketentuan ini tidak hanya menghindarkan dari sanksi, tetapi juga mendukung terciptanya sistem perpajakan yang adil dan berkelanjutan.

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*