
Industri makanan dan minuman adalah salah satu sektor yang paling cepat berkembang di Indonesia. Seiring tren gaya hidup sehat dan meningkatnya kesadaran konsumen akan nutrisi, para pelaku usaha berlomba-lomba menyajikan produk dengan label menarik seperti “bebas gula”, “rendah kalori”, “mengurangi risiko penyakit jantung”, dan klaim-klaim sejenis lainnya.
Namun, di balik upaya pemasaran tersebut, terdapat garis batas hukum yang tidak boleh dilewati. Pelaku usaha sering kali terjebak dalam praktik overclaim—mengiklankan keunggulan produk secara berlebihan atau tanpa dasar ilmiah yang valid. Akibatnya, niat untuk meraih keuntungan justru membawa bisnis mereka ke jurang permasalahan hukum.
Apa Itu Overclaim dalam Iklan Produk Pangan?
Overclaim adalah praktik memberikan informasi berlebihan, menyesatkan, atau tidak terbukti kebenarannya terhadap suatu produk. Dalam konteks makanan dan minuman, overclaim biasanya muncul dalam bentuk:
- Klaim kesehatan yang tidak didukung data ilmiah
- Klaim manfaat yang terlalu umum atau ambigu
- Penggunaan istilah hiperbola seperti “superfood”, “mencegah penyakit”
- Penggambaran produk seakan-akan dapat menggantikan fungsi obat
Contoh iklan overclaim misalnya:
“Minuman ini 100% bisa menurunkan kolesterol hanya dalam 7 hari!”
Klaim semacam itu tidak hanya menyesatkan konsumen, tapi juga berpotensi melanggar hukum.
Apa Bahayanya Bagi Pelaku Usaha?
a. Merusak Kepercayaan Konsumen
Konsumen masa kini cerdas dan kritis. Sekali mereka merasa dibohongi oleh suatu produk, efeknya bukan hanya penurunan penjualan, tapi juga kerusakan reputasi yang sangat sulit diperbaiki.
b. Berhadapan dengan Hukum
Beberapa regulasi yang mengatur tentang iklan makanan dan minuman antara lain:
- UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
- PP No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan
- PerBPOM No. 1 Tahun 2018 tentang Pengawasan Periklanan Pangan Olahan
- UU No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, jika mengklaim “halal”
- UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009, bila menyangkut manfaat kesehatan
Sanksi yang dapat dikenakan meliputi:
- Pencabutan izin edar
- Denda administratif hingga miliaran rupiah
- Hukuman pidana hingga 5 tahun penjara
- Ganti rugi kepada konsumen
c. Dihentikan oleh Regulator
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memiliki wewenang menarik iklan dan produk dari pasaran jika terbukti melakukan pelanggaran. Tidak sedikit produk yang harus direvisi atau ditarik karena iklan yang dinilai menyesatkan.
Bentuk Overclaim yang Sering Dijumpai
a. Klaim Nutrisi Tanpa Dasar
Misalnya menyebut produk sebagai “bebas gula” padahal mengandung pemanis buatan dalam jumlah besar.
b. Klaim Kesehatan Medis
Mengklaim makanan bisa menyembuhkan atau mencegah penyakit tanpa bukti uji klinis atau persetujuan dari BPOM.
c. Klaim Berlebihan terhadap Anak-anak
Produk yang mengklaim dapat meningkatkan kecerdasan, pertumbuhan, atau kekebalan tubuh anak-anak tanpa dukungan bukti ilmiah.
d. Label dan Desain yang Menyesatkan
Warna, gambar, atau istilah yang digunakan membuat produk seolah-olah “alami”, “organik”, atau “sehat”, padahal tidak demikian faktanya.
Contoh Kasus: Belajar dari Kesalahan
Beberapa kasus overclaim yang sempat viral:
- Produk minuman serbuk yang mengklaim bisa “menyembuhkan segala penyakit”
- Permen anak-anak dengan iklan “meningkatkan kecerdasan 100%”
- Minuman herbal yang disebut bisa “menghilangkan diabetes”
Semua klaim tersebut menjadi sorotan otoritas pengawas dan berujung pada penarikan produk, pemberian sanksi administratif, hingga proses hukum.
Bagaimana Menghindari Overclaim?
a. Perhatikan Regulasi
Pahami aturan yang berlaku dalam mengiklankan produk makanan dan minuman. Tidak semua jenis klaim diperbolehkan, bahkan jika Anda yakin akan manfaat produk tersebut.
b. Gunakan Data dan Referensi Ilmiah
Setiap klaim harus didasarkan pada hasil uji laboratorium, data ilmiah, atau penelitian yang sahih. Sertakan sumber bila perlu.
c. Gunakan Kalimat Netral dan Jelas
Daripada mengatakan “produk ini menyembuhkan”, lebih baik menggunakan kalimat seperti:
“Produk ini mengandung bahan X yang terbukti membantu menjaga kadar kolesterol dalam uji klinis terbatas.”
d. Konsultasikan dengan Ahli Hukum atau Regulator
Sebelum menayangkan iklan, mintalah tinjauan dari konsultan hukum atau pihak regulator untuk memastikan konten iklan Anda tidak melanggar hukum atau etika bisnis.
Tips Membuat Iklan Pangan yang Aman & Efektif
Berikut panduan membuat iklan makanan-minuman yang tetap memikat tanpa menabrak hukum:
- Fokus pada keunggulan nyata produk
- Hindari istilah mutlak: “pasti”, “selalu”, “tanpa risiko”
- Gunakan testimoni dengan disclaimer
- Cantumkan klaim yang sudah tersedia di peraturan BPOM
- Beri edukasi, bukan ekspektasi berlebihan
Reputasi Lebih Penting dari Sensasi
Iklan yang bombastis bisa memberi dampak viral, tapi apakah itu sebanding dengan risiko hukum dan kehilangan kredibilitas jangka panjang?
Pelanggaran hukum iklan adalah bentuk malpraktik pemasaran yang mengikis kepercayaan publik. Di era digital, kesalahan kecil bisa menjadi viral dalam hitungan menit.
Brand besar sekalipun bisa kehilangan pasar jika gagal menjaga kepercayaan konsumen. Maka dari itu, kejujuran adalah investasi jangka panjang yang jauh lebih bernilai dibanding sekadar menarik perhatian sesaat.
Peran Edukasi dalam Etika Bisnis
Perusahaan wajib mengedukasi tim marketing, kreatif, dan public relations mereka agar memahami batas-batas etika dan hukum dalam beriklan. Pelatihan internal tentang komunikasi yang bertanggung jawab menjadi keharusan.
Etika bukan hambatan, tetapi fondasi dari komunikasi yang berdampak dan berkelanjutan.
Untung Jangka Panjang Butuh Kejujuran
Overclaim bukan hanya masalah teknis iklan, tapi menyangkut integritas sebuah brand. Di tengah persaingan pasar yang ketat, mungkin menggoda untuk menggunakan bahasa bombastis atau klaim luar biasa. Tapi ingat, peluang tanpa dasar justru bisa jadi jebakan hukum.
Beriklanlah dengan cerdas, transparan, dan bertanggung jawab. Bangun hubungan jangka panjang dengan konsumen melalui kepercayaan, bukan sekadar ekspektasi sesaat. Bisnis yang besar adalah bisnis yang mengutamakan kredibilitas, bukan tipu daya.
Leave a Reply