
Pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah kewajiban rutin yang harus dipenuhi oleh setiap Pengusaha Kena Pajak (PKP). Namun, ketika sistem digital milik Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengalami gangguan, proses administratif ini bisa berubah menjadi sumber kebingungan. Pada akhir April 2025, sejumlah wajib pajak melaporkan adanya kendala saat mencoba memposting SPT PPN melalui aplikasi DJP Coretax. Gangguan ini menciptakan efek domino pada kepatuhan pajak dan menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku usaha.
Mengapa SPT PPN Penting?
SPT PPN adalah laporan bulanan yang digunakan untuk menyampaikan jumlah pajak keluaran dan pajak masukan dalam suatu masa pajak tertentu. Fungsi utama laporan ini adalah untuk menghitung dan melaporkan berapa banyak pajak yang harus disetor oleh perusahaan, atau apakah terdapat kelebihan bayar (restitusi). Pelaporan yang tepat waktu menjadi indikator kepatuhan fiskal dan berpengaruh langsung pada reputasi perusahaan di mata otoritas perpajakan.
Ketika pelaporan ini terganggu karena sistem bermasalah, perusahaan menghadapi risiko administratif seperti denda dan sanksi. Namun, hal tersebut tentu saja akan ditinjau kembali oleh DJP jika permasalahan teknis berasal dari pihak sistem.
Gangguan yang Terjadi
Beberapa wajib pajak melaporkan munculnya notifikasi “Prefilling Return Sheet is in Progress” saat mencoba memproses SPT PPN mereka. Notifikasi ini menandakan bahwa sistem masih melakukan pembaruan data, namun dalam beberapa kasus, proses ini berhenti dan tidak bisa dilanjutkan. DJP melalui Kring Pajak telah mengonfirmasi bahwa permasalahan tersebut tengah ditangani oleh tim teknis dan meminta wajib pajak untuk memantau sistem secara berkala.
Gangguan teknis semacam ini sebenarnya bukan yang pertama terjadi. Sistem perpajakan digital yang kompleks memang sangat bergantung pada infrastruktur teknologi yang stabil dan pembaruan sistem yang rutin.
Respon DJP: Perpanjangan Batas Waktu
Menyikapi permasalahan tersebut, DJP mengeluarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-67/PJ/2025. Dalam keputusan ini, DJP memberikan perpanjangan waktu pelaporan SPT Masa PPN untuk masa pajak Maret 2025 hingga tanggal 10 Mei 2025. Selain itu, sanksi administrasi atas keterlambatan pelaporan akibat gangguan sistem juga ditiadakan.
Langkah ini menunjukkan bahwa DJP tidak hanya fokus pada penegakan aturan, tetapi juga memperhatikan aspek kemudahan dan keadilan dalam pelayanan kepada wajib pajak.
Imbauan bagi Wajib Pajak
DJP mengimbau agar seluruh PKP yang terdampak gangguan sistem melakukan hal-hal berikut:
- Memantau Aplikasi Secara Berkala
Meskipun sistem tengah mengalami kendala, proses perbaikan terus berlangsung. Wajib pajak disarankan untuk login secara berkala untuk mengetahui apakah fitur pelaporan sudah dapat digunakan kembali. - Menghubungi Kring Pajak
Jika kendala bersifat spesifik, wajib pajak dapat menghubungi saluran resmi DJP untuk mendapatkan panduan langsung dari petugas. Hal ini juga membantu DJP dalam mendeteksi skala dan jenis gangguan. - Manfaatkan Perpanjangan Waktu
Dengan tenggat waktu baru yang diperpanjang, wajib pajak memiliki ruang gerak untuk menyelesaikan pelaporan tanpa dikenai sanksi. Namun, tetap disarankan untuk tidak menunda terlalu lama agar tidak terjadi penumpukan. - Simpan Bukti Usaha Pelaporan
Apabila proses pelaporan terhambat sistem, dokumentasikan setiap langkah yang telah dilakukan, termasuk tangkapan layar error. Ini akan menjadi bukti jika suatu saat diperlukan.
Risiko Bila Tidak Melapor
Dalam kondisi normal, keterlambatan pelaporan SPT PPN dapat dikenakan denda administrasi sebesar Rp500.000 untuk PKP. Namun, jika tidak dilakukan pelaporan sama sekali dan terus berulang, maka DJP bisa memberikan sanksi lebih berat seperti pemeriksaan atau pencabutan status PKP.
Dalam kasus gangguan sistem, DJP telah menegaskan bahwa tidak akan mengenakan sanksi kepada wajib pajak yang melaporkan setelah 30 April namun masih dalam rentang waktu perpanjangan hingga 10 Mei 2025.
Transformasi Digital Pajak: Tantangan dan Harapan
Transformasi digital di lingkungan DJP telah berlangsung selama beberapa tahun terakhir. Tujuannya jelas—menyederhanakan proses pelaporan dan mendorong transparansi. Namun, seiring dengan peningkatan volume data dan kompleksitas sistem, tantangan teknis tetap menjadi bagian dari perjalanan ini.
Gangguan pada sistem perpajakan digital bukanlah indikator kegagalan, melainkan peluang untuk meningkatkan sistem yang lebih tangguh. Justru, keterbukaan DJP dalam menangani dan mengomunikasikan kendala merupakan langkah progresif dalam menciptakan iklim pajak yang inklusif.
Peran Konsultan Pajak dan Profesional Keuangan
Dalam kondisi seperti ini, perusahaan sangat terbantu jika memiliki tim pajak internal atau menggunakan jasa konsultan pajak yang memahami seluk-beluk pelaporan SPT. Mereka tidak hanya bertugas menyampaikan laporan, tetapi juga mengantisipasi risiko, menyusun dokumentasi pendukung, dan memastikan bahwa hak dan kewajiban perpajakan dipenuhi secara optimal.
Bagi pelaku UMKM yang belum memiliki tim khusus, mengikuti pelatihan singkat tentang pajak digital atau menggunakan jasa pihak ketiga bisa menjadi solusi yang layak.
Peluang Perbaikan di Masa Depan
Kejadian ini dapat menjadi momentum evaluasi untuk memperkuat sistem perpajakan nasional, termasuk:
- Peningkatan Kapasitas Server dan Infrastruktur
Gangguan bisa diminimalkan jika sistem memiliki kapasitas memadai untuk menangani lonjakan akses pada masa pelaporan. - Notifikasi Gangguan Real Time
Penyampaian notifikasi melalui email atau SMS kepada wajib pajak mengenai status sistem akan sangat membantu. - Backup Manual Submission
Menyediakan fitur sementara untuk pelaporan manual (misalnya upload file CSV atau PDF) saat sistem online mengalami gangguan.
Penutup: Tetap Patuh di Tengah Tantangan
Wajib pajak yang patuh adalah mitra strategis bagi negara dalam membangun ekonomi. Meski tantangan teknis bisa saja terjadi, pendekatan kooperatif dari otoritas pajak dan kesiapan dari sisi wajib pajak menjadi kunci utama dalam menjaga stabilitas sistem.
Gangguan sistem sesekali adalah hal yang bisa dimaklumi. Namun, bagaimana kita bersikap dan menyikapinya—baik sebagai otoritas maupun pelaku usaha—akan menentukan keberhasilan transformasi digital perpajakan jangka panjang.
Leave a Reply