
PPh Pasal 26 adalah ketentuan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) di Indonesia yang mengatur pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri (non-residen). Artikel ini mengulas secara komprehensif ruang lingkup, tarif, objek, kewajiban pemotongan, mekanisme pelaporan, serta contoh penerapannya, dengan bahasa yang mudah dipahami.
1. Latar Belakang dan Dasar Hukum
- Dasar Hukum
PPh Pasal 26 diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) beserta perubahannya. - Tujuan
Memastikan bahwa Indonesia memungut pajak atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia namun diterima oleh subjek pajak luar negeri.
2. Subjek dan Objek PPh Pasal 26
2.1 Subjek Pajak
- Penerima Penghasilan
Orang pribadi atau badan yang tidak bertempat tinggal dan tidak berdomisili di Indonesia, serta tidak memiliki bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.
2.2 Objek Pajak
Penghasilan dari sumber di Indonesia, antara lain:
- Dividen
- Bunga
- Royalti
- Hadiah, penghargaan, dan bonus
- Sewa
- Jasa teknik, manajemen, atau jasa lainnya
- Keuntungan penjualan saham atau aset
- Penghasilan lain sesuai peraturan
3. Tarif Pemotongan
Jenis Penghasilan | Tarif Umum (%) | Keterangan |
---|---|---|
Dividen | 20 | Dapat lebih rendah jika ada ketentuan dalam perjanjian pajak berganda (P3B/Tax Treaty) |
Bunga | 20 | Tarif khusus 15% untuk bunga simpanan nasabah perbankan dan obligasi pemerintah |
Royalti | 20 | |
Hadiah/penghargaan/bonus | 20 | |
Sewa | 20 | |
Jasa teknik, manajemen, lainnya | 20 | |
Keuntungan penjualan saham/aset | 20 |
Catatan: Jika negara domisili penerima memiliki Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dengan Indonesia, tarif dapat diturunkan sesuai ketentuan treaty.
4. Mekanisme Pemotongan
- Penanggung Pajak (Withholding Agent)
Pihak di Indonesia yang membayarkan penghasilan (misalnya perusahaan, bank, pemberi lisensi) bertindak sebagai pemotong dan penyetor PPh Pasal 26. - Waktu Pemotongan
Dilakukan pada saat pembayaran atau pengkreditan penghasilan kepada penerima luar negeri. - Penyetoran
Disetor ke kas negara melalui bank persepsi atau Kantor Pos dalam jangka waktu maksimal 10 hari kerja setelah akhir bulan pembayaran. - Pelaporan
- SPT Masa PPh Pasal 26: Formulir 1773, disampaikan paling lambat akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak.
- Bukti Pemotongan: Formulir 1726 diberikan kepada penerima penghasilan sebagai bukti potong.
5. Dokumen Pendukung dan Tarif Preferensi
- Certificate of Residence (CoR)
Untuk memperoleh tarif treaty, penerima wajib menyerahkan CoR dari otoritas pajak negaranya. - Formulir Permohonan Tarif Khusus
Jika ingin menggunakan tarif lebih rendah dari tarif umum, pemotong harus menyimpan dokumen permohonan dan persetujuan.
6. Contoh Kasus Penerapan
Contoh 1: Royalti Hak Cipta Buku
PT A (Indonesia) membayar royalti hak cipta kepada penerbit luar negeri sebesar USD 10.000 pada 15 April 2025. Tarif umum PPh Pasal 26 untuk royalti adalah 20%.
- Penghasilan Bruto: USD 10.000
- PPh 26 yang Dipotong: 20% × 10.000 = USD 2.000
- Jumlah yang Dibayarkan Neto: USD 8.000
- Setoran Pajak: Dilakukan paling lambat 10 Mei 2025.
Contoh 2: Bunga Obligasi Pemerintah
Bank B (Indonesia) membayarkan bunga obligasi pemerintah kepada investor luar negeri sebesar Rp 100.000.000 pada 20 Maret 2025. Sesuai peraturan, tarif bunga obligasi pemerintah adalah 15%.
- Penghasilan Bruto: Rp 100.000.000
- PPh 26 yang Dipotong: 15% × 100.000.000 = Rp 15.000.000
- Jumlah yang Dibayarkan Neto: Rp 85.000.000
- Setoran Pajak: Paling lambat 10 April 2025.
7. Sanksi dan Konsekuensi
- Terlambat Setor: Denda 2% per bulan dari jumlah pajak yang kurang atau terlambat disetor.
- Terlambat Lapor: Denda Rp 1.000.000 untuk setiap SPT Masa yang terlambat.
- Kurang Potong: Pemotong bertanggung jawab atas kekurangan pemotongan, beserta bunga dan denda.
8. Tips Kepatuhan
- Update Perjanjian P3B
Selalu cek daftar negara yang memiliki P3B dengan Indonesia dan klausul tarif terkait. - Dokumentasi Lengkap
Simpan CoR, permohonan tarif khusus, dan bukti potong agar siap diaudit. - Sistem Otomasi
Gunakan software akuntansi/pajak yang terintegrasi untuk menghitung, memotong, dan melaporkan PPh Pasal 26 secara otomatis. - Konsultasi Berkala
Jika ada perubahan regulasi atau transaksi lintas batas baru, konsultasikan dengan konsultan pajak.
PPh Pasal 26 memainkan peran penting dalam pemungutan pajak atas penghasilan yang dibayarkan kepada subjek luar negeri. Memahami ruang lingkup, tarif, dan tata cara pemotongan serta pelaporan adalah kunci kepatuhan dan menghindarkan perusahaan dari sanksi administratif. CoLegal Indonesia merekomendasikan agar setiap entitas dengan transaksi lintas batas menerapkan prosedur PPh Pasal 26 yang baik, terdokumentasi, dan terotomasi untuk meminimalkan risiko pajak.
Leave a Reply