CoLegal Indonesia: Sistem Pajak di Negara Lain vs Indonesia-Apa yang Bisa Kita Pelajari?

Pajak merupakan tulang punggung keuangan negara di hampir semua negara di dunia. Namun, setiap negara memiliki pendekatan berbeda dalam menerapkan sistem perpajakannya tergantung pada struktur ekonomi, politik, dan kebutuhan sosial masing-masing. Di Indonesia sendiri, sistem perpajakan terus mengalami perkembangan, khususnya dalam konteks digitalisasi dan peningkatan kepatuhan.

Pelaku usaha di Indonesia, khususnya UMKM, sering kali merasa sistem pajak nasional masih rumit dan membingungkan. Pertanyaannya: apakah sistem pajak di negara lain lebih mudah? Apakah mereka lebih ramah kepada pelaku usaha kecil? Dan apa saja pelajaran yang bisa kita ambil dari sistem pajak luar negeri?

Artikel ini akan membandingkan sistem perpajakan Indonesia dengan beberapa negara lain: Singapura, Malaysia, Vietnam, dan Belanda. Di akhir artikel, kita akan menarik kesimpulan berupa rekomendasi dan inspirasi untuk perbaikan sistem pajak di tanah air, khususnya untuk pelaku usaha.


1. Sekilas Tentang Sistem Perpajakan Indonesia

Indonesia menganut self-assessment system, artinya wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri pajaknya. Sistem ini membutuhkan kesadaran dan literasi pajak yang tinggi. Pajak utama yang berlaku bagi pelaku usaha antara lain:

  • PPh (Pajak Penghasilan): Baik untuk orang pribadi maupun badan.
  • PPN (Pajak Pertambahan Nilai): 11% untuk barang dan jasa kena pajak.
  • Pajak Daerah: Seperti pajak reklame, restoran, dan kendaraan.
  • PPh Final UMKM: 0,5% dari omzet (berlaku maksimal 3–4 tahun).

Mulai 2024, Indonesia juga melakukan transformasi sistem dengan memperkenalkan Coretax, menggantikan DJP Online.


2. Singapura: Simpel, Transparan, dan Digital

Sistem pajak Singapura dianggap salah satu yang paling ramah bisnis di dunia. World Bank pernah menempatkan Singapura sebagai negara dengan kemudahan membayar pajak terbaik.

a. Jenis Pajak dan Tarif:

  • Corporate Income Tax: 17% (flat rate), dengan pengurangan untuk UKM.
  • Goods and Services Tax (GST): 9% (sejak 2024).
  • Tidak ada pajak kekayaan, pajak warisan, atau pajak properti tahunan.

b. Keringanan untuk UMKM:

UMKM mendapatkan:

  • Partial tax exemption: Penghasilan pertama $100.000 dibebaskan 75%, sisanya 50% untuk $100.000 berikutnya.
  • Startup Tax Exemption: Perusahaan baru dapat 3 tahun bebas pajak sampai batas tertentu.

c. Kemudahan Digitalisasi:

Semua sistem perpajakan dikelola lewat IRAS (Inland Revenue Authority of Singapore) yang sangat efisien. Laporan, pembayaran, dan pengajuan dokumen bisa dilakukan secara online dengan sangat cepat.

➡️ Pelajaran dari Singapura:

  • Tarif pajak yang bersahabat dan sistem digital yang ramah pengguna mampu mendorong pelaku usaha taat pajak tanpa merasa terbebani.

3. Malaysia: Terstruktur dan Bertahap

Malaysia memiliki sistem pajak berbasis pendapatan dengan tarif bertingkat. Pendekatannya cukup serupa dengan Indonesia, namun dengan beberapa keunikan tersendiri.

a. Jenis Pajak dan Tarif:

  • Corporate Tax: 24% untuk perusahaan besar, namun 17% untuk UKM dengan pendapatan < RM600.000.
  • Sales and Service Tax (SST) menggantikan GST sejak 2018.
  • Personal Income Tax: Tarif progresif 0% hingga 30%.

b. Insentif Pajak untuk UMKM:

  • Pengecualian pajak awal untuk startup dan usaha baru.
  • Skema Pioneer Status dan Investment Tax Allowance bagi usaha inovatif.
  • Pemotongan untuk biaya pelatihan, sertifikasi halal, digitalisasi, dan ekspor.

c. Pelaporan dan Pemungutan:

Meski Malaysia belum sepenuhnya digital seperti Singapura, Lembaga Hasil Dalam Negeri (LHDN) sudah menerapkan pelaporan online dan program edukasi yang kuat.

➡️ Pelajaran dari Malaysia:

  • Pajak yang bersifat bertahap (progresif) untuk UKM serta insentif biaya pelatihan dan ekspansi sangat mendukung perkembangan usaha lokal.

4. Vietnam: Menarik karena Kesederhanaannya

Vietnam sedang naik daun sebagai tujuan investasi Asia karena pajaknya cukup kompetitif dan efisien. Pemerintahnya secara agresif mendorong pertumbuhan usaha kecil.

a. Jenis Pajak dan Tarif:

  • Corporate Income Tax: 20% flat rate.
  • Value Added Tax (VAT): 10% standar, 5% untuk barang esensial.
  • Tax for Micro-business: UMKM mikro bisa memilih tarif tetap berdasarkan omzet, tanpa pembukuan rumit.

b. Fasilitas untuk UMKM:

  • Tarif tetap bagi usaha mikro yang omzetnya di bawah batas tertentu.
  • Banyak program subsidi dan pelatihan usaha mikro dari pemerintah daerah.

c. Sistem Sederhana:

Vietnam memberi opsi kepada pelaku usaha mikro untuk tidak wajib menyampaikan laporan keuangan, cukup menyetor pajak bulanan berdasar omzet.

➡️ Pelajaran dari Vietnam:

  • Memberi alternatif sistem sederhana (tanpa pembukuan) untuk usaha kecil bisa meningkatkan kepatuhan dan inklusi perpajakan.

5. Belanda: Contoh Negara Maju dengan Sistem Pajak Sosial

Sebagai negara maju di Eropa, Belanda memiliki tarif pajak cukup tinggi namun disertai layanan publik yang sangat memadai. Negara ini terkenal dengan efisiensi dan transparansi pajaknya.

a. Jenis Pajak dan Tarif:

  • Corporate Tax: 19% untuk laba < €200.000, 25,8% untuk laba di atasnya.
  • Value Added Tax (VAT): 21%, 9% untuk kebutuhan pokok.
  • Personal Income Tax: Sampai 49% (progresif).

b. Dukungan untuk UMKM dan Startup:

  • Potongan pajak untuk pengusaha pemula.
  • Skema “zelfstandigenaftrek” (pengurangan untuk wiraswasta).
  • Program small business scheme untuk PPN.

c. Pelaporan Digital dan Otomatisasi:

Pelaku usaha mendapat notifikasi otomatis untuk setor dan lapor pajak melalui sistem online Belastingdienst.

➡️ Pelajaran dari Belanda:

  • Tingginya tarif bisa diterima masyarakat karena dibarengi transparansi, layanan publik memadai, dan edukasi pajak yang luas.

6. Apa yang Bisa Dipelajari Indonesia?

Melalui perbandingan sistem pajak di atas, ada beberapa pelajaran penting yang bisa diterapkan atau ditingkatkan di Indonesia:

Sistem Lebih Sederhana untuk UMKM

Indonesia sudah memiliki PPh Final 0,5% untuk UMKM, tapi:

  • Batas waktu 3-4 tahun terlalu pendek.
  • Belum ada alternatif pajak tetap tanpa pelaporan rumit seperti di Vietnam.

Saran: Perlu adanya pilihan skema tetap seumur usaha mikro, tanpa transisi ke skema umum secara otomatis.

Tarif Bertahap dan Pengurangan Awal

Seperti di Malaysia dan Singapura, tarif pajak lebih rendah bagi usaha kecil sangat efektif.

Saran: Buatlah tarif pajak bertingkat, atau pembebasan untuk omzet awal usaha agar wirausaha baru tidak takut memulai.

Peningkatan Digitalisasi dan Edukasi

Coretax adalah langkah awal, tapi pelatihan dan edukasi perpajakan harus menjangkau lebih banyak UMKM.

Saran: Pemerintah bisa meluncurkan aplikasi pelaporan super simpel, khusus untuk UMKM tanpa akuntansi formal.

Insentif Inovasi dan Ekspor

Negara lain memberi insentif pajak untuk usaha yang berinovasi atau ekspor.

Saran: Indonesia bisa mempertimbangkan pengurangan pajak untuk UMKM berbasis ekspor, digitalisasi, atau green business.


7. Saatnya Sistem Pajak yang Lebih Ramah dan Inklusif

Pajak tidak selalu harus dipandang sebagai beban. Negara-negara seperti Singapura, Malaysia, Vietnam, hingga Belanda menunjukkan bahwa sistem pajak bisa menjadi alat pertumbuhan ekonomi, jika dirancang dengan ramah, adil, dan transparan.

Indonesia sudah berada di jalur yang benar dengan adanya reformasi Coretax dan skema pajak UMKM. Namun, masih banyak ruang untuk perbaikan, terutama dalam hal kesederhanaan, tarif progresif, dan inklusi digital bagi pelaku usaha kecil.

Dengan menjadikan pajak sebagai bagian dari strategi bisnis, pelaku usaha di Indonesia akan semakin siap untuk tumbuh secara legal, kuat, dan berkelanjutan.

Be the first to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*